Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Nurul Hakim resminya ditetapkan tahun 1387 H. atau 1948 M, walaupun sebenarnya jauh sebelum itu telah lama dirintis oleh Al Marhum Tgh. Abdul Karim yaitu tahun 1924 dimana pada tahun tersebut beliau membangun sebuah Mushalla kecil dengan ukuran 10 x 8 m2 sekembali beliau dari tanah suci Makkah setelah bermukim dari tahun 1919 sampai tahun 1924.
Di Mushalla tersebut beliau melakukan shalat setiap waktu dan mengajar mengaji Al qur’an dan dasar-dasar agama Islam bagi masyarakat lingkungannya yaitu di Dusun Karang Bedil Desa Kediri.
Kegiatan beliau membimbing anak-anak mengaji di Mushalla tersebut terus berjalan dengan baik sampai pada akhirnya beliau harus meninggalkan pusat kegiatan tersebut pada tahun 1937 untuk melanjutkan study beliau yang kedua kalinya ke tanah suci Makkah yaitu dari tahun 1937 s/d 1938
Beliau kembali ke kampung halaman pada tahun 1939. Sekembali beliau dari tanah suci yang kedua kalinya jelas menambah pengetahuan dan pengalaman beliau untuk melanjutkan pengabdian beliau dalam bidang pengembangan ilmu-ilmu Islam dan ilmu alat seperti nahwu dan syaraf.
Kehadiran beliau mengajar di Mushalla tersebut tidak sekedar membimbing anak-anak kampung Karang Bedil saja, juga menarik minat para santri yang kebetulan tinggal di Desa Kediri seperti yang tinggal di Krebung Bawak Pauk (Pondok Selaparang Sekarang) yang berada di bawah asuhan Tgh. Abdul Hafiz.
Kerbung adalah bahasa sasak yang artinya pondok, karena pondok-pondok santri berada di bawah pohon mangga maka disebutlah kerbung bawak pauk (pondok selaparang sekarang). Disamping santri yang tinggal di kerbung bawak pauk juga santri-santri yang tinggal di pondok Dayen Masjid (yaitu utara Masjid) Kediri, juga santri yang tinggal di rumah-rumah pribadi.
Jadi sekalipun santri-santri sudah banyak mengaji pada beliau di Mushalla tersebut, namun belum ada yang tinggal di bawah asuhan beliau.
Belum adanya santri yang tinggal pada beliau saat itu wajar saja, karena sebagai seorang Tuan Guru Yunior tentu ingin dilihat ketekunannya oleh masyarakat, begitu pula kemampuan ilmiahnya dan juga akhlaknya dan lain-lain.
Setelah para santri cukup lama mengikuti pengajian-pengajian halaqah beliau dalam bermacam-macam cabang ilmu, maka pada tahun 1367 H / atau tahun 1948 beberapa orang, baik yang sudah lam menetap di Kediri pada pondok lain maupun yang baru memohon restu beliau untuk membuat kerbung-kerbung kecil (pondok-pondok santri) di sekitar Mushalla yang beliau bangun 24 yang lalu.
Dengan mulainya santri membuat pondok-pondok di sekitar Mushalla beliau, maka secara formal berdirilah secara resmi kerbung TGH. Abdul Karim yang kini menjadi Pondok Pesantren Nurul Hakim yang pada awalnya hanya diatas tanah ± 4 are.
Untuk pertama kalinya jumlah santri 15 orang dengan menempati pondok kecil berukuran 3 x 2 m dengan memakai bahan baku yang sederhana yaitu dinding bedek dan atap alang-alang.
Tembok bedek tersebut pada tahun 1960 dibongkar dan diganti dengan tembok dan genteng dengan ukuran 4 x 3 m, begitu juga diadakan perbaikan kembali pada tahun 1971.
Pada masa itu yaitu dari tahun 1948 sampai dengan tahun 1974 pengembangan fisik tidak banyak dilakukan, namun dilihat dari kegiatan belajar atau pengajian kitab cukup efektif dan berbobot tinggi terutama pada pengkajian kitab-kitab fiqih sesuai dengan keahlian beliau.
Kegitan mengajar beliau terjadwal rapi sebagai berikut :
Kegitan beliau seperti diatas pada saat-saat kondisi beliau masih kuat, dan pada saat kondisi beliau mulai uzur secara perlahan-lahan dikurangi.
Adapun kitab-kitab yang beliau ajarkan selama hayat beliau adalah sebagai berikut :
Sepanjang pengetahuan kami, santri-santri yang tinggal di pondok beliau paling banyak 75 orang, namun yang mengikuti pengajian beliau terutama pagi, tidak kurang dari 300 orang sampai 500 orang, karena santri-santri yang tinggal di pondok lain juga bergabung mengikuti pengajian beliau.
Adapun santri perintis yang tinggal pada beliau tercatat nama-nama sebagai berikut :
– Tgh. Abdul Waris : Jurang Jaler
– H. Muhammad : Keluncing, Kopang
– Ust. H. M. Shaleh : Bunsalak, dan banyak sekali yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dan satu hal yang tidak dapat diingkari, bahwa hampir semua santri yang tinggal di Desa Kediri pasti mengikuti salah satu atau lebih dari pengajian beliau, dan begitu pula sebaliknya semua santri beliau dibebaskan mengikuti pengajian Tuan Guru –Tuan Guru lainnya.Yang semasa beliau yaitu Al Marhum Tgh. Abdul Hafiz, Al Marhum Tgh. Musthafa dan Al Marhum Tgh. Ibrahim Al-Khalidy.
Kedua Tuan Guru yang terakhir adalah pendiri Pondok Pesantren Ishlahuddiny, sedang Tgh. Abdul Hafiz adalah pengasuh Pondok Pesantren Selaparang. Begitu pula sebagian besar murid beliau masuk pendidikan formal di Madrasah Ishlahuddiny.
Sejak awal Almarhum Tgh. Abdul Karim merintis berdirinya pesantren dengan system halaqah, itulah yang beliau kebangkan sesuai dengan latar belakang pendidikan beliau, baik di Kediri maupun sewaktu beliau belajar di Tanah Suci Makkah selama 7 tahun, pada dua priode.
Di kalangan dunia santri belajar diluar pendidikan formal atau madrasah sering disebut “NGAJI TOKOL” artinya “Ngaji Duduk” atau disebut juga dengan istilah “ Ngaji Luah” artinya belajar diluar madrasah. Memang saat itu pengajian halaqah terutama di Masjidil Haram masih sangat kuat posisinya, ulama’-ulama’ kaliber besar saat itu tempat beliau belajar masih banyak yang masih hidup, antara lain dapat kami sebutkan sebagai berikut :
Guru beliau yang Bangsa Indonesia suku Sasak
Guru beliau yang Bangsa Indonesia bukan suku Sasak
Guru Beliau yang berasal dari Malasyia
Guru Beliau yang dari Thailand
Sedang Guru-Guru beliau yang berbangsa Arab
Dari Syekh sayid Amin Qutby beliau mendapt ijazah yaitu pemberian izin mengajar dalam bermacam-macam bidang ilmu yang ditulis tangan langsung oleh beliau. Penulisan ijazah tersebut bertanggal 22 Zulhijjah tahun 1357 H. Ijazah tersebut sampai sekarang masih tersimpan baik dan tentu merupakan hazanah Pondok Pesantren Nurul Hakim yang tidak sedikit nilai ilmiah dan historisnya.